Senin, 03 April 2017

PERLINDUNGAN KONSUMEN dan Contoh Kasus

Kasus:
Kasus Pelanggaran oleh Produk HIT
Produk HIT dianggap merupakan anti nyamuk yang efektif dan murah untuk menjauhkan nyamuk dari kita… Tetapi, ternyata murahnya harga tersebut juga membawa dampak negatif bagi konsumen HIT.


Telah ditemukan zat kimia berbahaya di dalam kandungan kimia HIT yang dapat membahayakan kesehatan konsumennya, yaitu Propoxur dan Diklorvos. 2 zat ini berakibat buruk bagi manusia, antara lain keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Departemen Pertanian juga telah mengeluarkan larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga sejak awal 2004 (sumber : Republika Online). Hal itu membuat kita dapat melihat dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Produsen masih dapat menciptakan produk baru yang berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah.

Analisis :
Pihak produsen (PT. Megasari Makmur) menyanggupi untuk menarik semua produk HIT yang telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk memproduksi produk HIT Aerosol Baru dengan formula yang telah disempurnakan, bebas dari bahan kimia berbahaya. HIT Aerosol Baru telah lolos uji dan mendapatkan izin dari Pemerintah. Pada tanggal 08 September 2006 Departemen Pertanian dengan menyatakan produk HIT Aerosol Baru dapat diproduksi dan digunakan untuk rumah tangga (N0. RI. 2543/9-2006/S).Sementara itu pada tanggal 22 September 2006 Departemen Kesehatan juga mengeluarkan izin yang menyetujui pendistribusiannya dan penjualannya di seluruh Indonesia.
a.      Undang-undang Perlindungan Konsumen
Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :
Pasal 4, hak konsumen adalah :
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
PT Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka.Akibatnya, kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT.
Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
PT Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka, dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida, harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.
Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
PT Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut.Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya.
Pasal 19 :
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Menurut pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen.
b.    Tujuan Perlindungan Konsumen
v  Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
v  Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa
v  Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
v  Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi
v  Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
v  Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

c.       Azas perlindungan konsumen

ü  Asas manfaat
Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah memberikan kepada masing masing pihak, produsen, pelaku usaha, konsumen apa yang menjadi haknya.
ü  Asas Keadilan
Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
ü  Asas Keseimbangan
Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, produsen pelaku usaha dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen.
ü  Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi atau dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya.
ü  Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan agar, baik perilaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Artinya undang undang ini mengharapkan bahwa aturan aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung didalam undang undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari hari sehingga masing masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang undang ini sesuai dengan bunyinya.

d.   Hak – hak dan kewajiban menurut UU perlindungan konsumen

   i.            Hak konsumen
A.    Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa
B.     Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
C.     Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa
D.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan
E.     Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
F.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
G.    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosialnya
H.    Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
I.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

 ii.             Kewajiban konsumen
a)      Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan
b)      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa
c)      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d)     Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut



Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Terjadinya Sengketa Ekonomi Syari’ah
Secara rinci, dapat dikemukakan mengenai bentuk-bentuk sengketa bank syari’ah yang disebabkan karena adanya pengingkaran atau pelanggaran terhadap perikatan (akad) yang telah dibuat, yaitu disebabkan karena:
1.      Kelalaian Bank untuk mengembalikan dana titipan nasabah dalam akad wadi’ah
2.      Bank mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan dalam akad mudlorobah
3.      Nasabah melakukan kegiatan usaha minuman keras dan usaha-usaha lain yang diharamkan menurut syari’at Islam yang bersumber dari dana pinjaman bank syari’ah, akad qirah dan lain-lain
4.      Pengadilan agama berwenang menghukum kepada pihak nasabah atau pihak bank yang melakukan wanprestasi yang menyebabkan kerugian riil (real lose).
Secara garis besar, sengketa ekonomi syari’ah dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni:
a.       Sengketa di bidang ekonomi syari’ah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syari’ah dengan nasabahnya,
b.      Sengketa di bidang ekonomi syari’ah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syari’ah,
c.       Sengketa di bidang ekonomi syari’ah antara orang-orang yang beragama Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah.
Sengketa ekonomi syari’ah juga bisa dalam bentuk perkara Permohonan Pernyataan Pailit (PPP) dan juga bisa berupa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di bidang ekonomi syari’ah, di samping itu juga perkara derivatif kepailitan (perkara tidak murni sebagai perkara kepailitan)

  Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah
1.      Perdamaian(Sulhu)
Langkah pertama yang perlu diupayakan ketika hendak menyelesaikan perselisihan, ialah melalui cara damai. Untuk mencapai hakekat perdamaian, prinsip utama yang perlu dikedepankan adalah kesadaran para pihak untuk kembali kepada Allah (Al-Qur’an) dan RosulNya (Al-Sunnah) dalam menyelesaikan segala persoalan.
Upaya damai tersebut biasanya ditempuh melalui musyawarah (syuura) untuk mencapai mufakat di antara para pihak yang berselisih. Dengan musyawarah yang mengedepankan prinsip-prinsip syari’at, diharapkan apa yang menjadi persoalan para pihak dapat diselesaikan.

2.      Arbitrase Syari’ah (Tahkim)
Untuk menyelesaikan perkara/ perselisihan secara damai dalam hal keperdataan, selain dapat dicapai melalui inisiatif sendiri dari para pihak, juga dapat dicapai melalui keterlibatan pihak ketiga sebagai wasit (mediator). Upaya ini biasanya akan ditempuh apabila para pihak yang berperkara itu sendiri ternyata tidak mampu mencapai kesepakatan damai.
Institusi formal yang khusus dibentuk untuk menangani perselisihan/ sengketa disebut arbitrase, yaitu cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

3.      Lembaga Peradilan Syari’ah (Qadha)

Dengan disahkannya UU No. 3 Th. 2006 tentang perubahan UU No. 7 Th. 1989 tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar dalam eksistensi lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang lembaga Peradilan Agama antara lain di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah (pasal49). Dengan adanya kewenangan ini maka perkara yang timbul terkait dengan penyelesaian sengketa syari’ah selain dapat diselesaikan melalui cara damai (sulhu) dan arbitrase syari’ah (tahkim), juga dapat diselesaikan melalui lembaga peradilan (qadha).

Prinsip-Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan dan peranan pribadi individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem hak kekayaan intelektual berdasarkan prinsip sebagai berikut :

1.      Prinsip Keadilan (the Principle of Natural Justice)
Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya.

2.      Prinsip Ekonomi (the Economic Argument)
Berdasarkan prinsip ini HAKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HAKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptanya.

3.      Prinsip Kebudayaan (the Cultural Argument)
Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu, HAKI juga akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara.

4.      Prinsip Sosial (the Social Argument)

Berdasarkan prinsip ini, sistem HaKI memberikan perlindungan kepada pencipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.
 

Catatan Kecil Template by Ipietoon Cute Blog Design