Dhea Oktavianda (21215807)
Juniar Aulia Safitri (23215636)
Tiara Fahlevie (26215886)
1.
Sejarah Pra Kolonialisme
Sejarah
Indonesia sebelum masuknya kolonialisme asing terutama Eropa, adalah sejarah
migrasi yang memiliki karakter atau sifat utama berupa perang dan penaklukan
satu suku bangsa atau bangsa terhadap suku bangsa atau bangsa lainnya. Pada
periode yang kita kenal sebagai zaman pra sejarah, maka dapat diketemukan bahwa
wilayah yang saat ini kita sebut sebagai Indonesia, telah menjadi tujuan
migrasi suku bangsa yang berasal dari wilayah lain. 2000 atau 3000 sebelum
Masehi, suku bangsa Mohn Kmer dari daratan Tiongkok bermigrasi di Indonesia
karena terdesaknya posisi mereka akibat berkecamuknya perang antar suku.
Kedatangan
mereka dalam rangka mendapatkan wilayah baru, dan hal tersebut berarti mereka
harus menaklukan suku bangsa lain yang telah berdiam lebih dulu di Indonesia.
Karena mereka memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi berupa alat kerja
dan perkakas produksi serta perang yang lebih maju, maka upaya penaklukan
berjalan dengan lancar. Selain menguasai wilayah baru, mereka juga menjadikan
suku bangsa yang dikalahkanya sebagai budak. Pada perkembangannya,
bangsa-bangsa lain yang lebih maju peradabannya, datang ke Indonesia, mula-mula
sebagai tempat persinggahan dalam perjalanan dagang mereka, dan kemudian
berkembang menjadi upaya yang lebih terorganisasi untuk penguasaan wilayah,
hasil bumi maupun jalur perdagangan. Seperti misalnya kedatangan suku bangsa
Dravida dari daratan India yang sedang mengalami puncak kejayaan masa
perbudakan di negeri asalnya, berhasil mendirikan kekuasaan di beberapa tempat
seperti Sumatra dan Kalimantan. Mereka memperkenalkan pengorganisasian kekuasaan dan
politik secara lebih terpusat dalam bentuk berdirinya kerajaan kerajaan Hindu
dan Budha. Berdirinya kerajaan-kerajaan tersebut juga menandai zaman keemasan
dari masa kepemilikan budak di Nusantara yang puncaknya terjadi pada periode
kekuasaan kerajaan Majapahit.
2.
Sistem Monopoli VOC
VOC juga belum membangun system
pasokan,kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang
ditetapkan VOC seperti Verplichte leverentie (kewajiban menyerahkan basil bumi
pada VOC) dan Contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untukmendukung monopoli
itu. Disamping itu,VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap
tinggi,antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah
yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan Hak Extirpatie (pemusnahan
tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya
diterapkan di maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran
niaga samudera Hindia.
Dengan monopoli rempah-rempah,
diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan
meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan
Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk priagan.
Bahkan ekspor kopi dimasa itu mencapai 85.300 metrik ton,melebihi ekspor
cengkeh yang cuma 1.050metrik ton.
Namun, berlawanan dengan kebijakan
merkantilisme perancis yang melarang ekspor Logan mulia, belanda justru
mengekspor Perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan basil bumi. Perak tetap
digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran
sampai tahun 1870-an. Pada tahun 1795, VOC bubar Karena dianggap gagal dalam
mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda.
3.
Sistem Tanam Paksa
Merupakan
peraturan yang dikeluarkan Gubernur Jenderal Johannes Van Den Bosch pada tahun
1830 yang mengharuskan setiap desa menyisihkan 20% tanahnya until ditanami
komoditi yang laku dipasar ekspor, khususnya tebu,tarum(nila) dan kopi. Hasil
Tanaman ini nantinya harus di jual kepada pemerintahan belanda 1930an bank-bank
bermunculan,industri manafaktur berkembang pesat yang dimotori oleh industri
gula.pasar modal muncul dan modal asing
masuk dalam jumlah yang besar. Namun perkembangan ekonomi yang pesat itu tidak
memberi peningkatan kesejahteraan bagi rakyat.
4. Sistem
Ekonomi Kapitalis Liberal
Adanya desakan dari kaum Humanis
Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih
baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya.
Sistem Ekonomi ini lebih rentan terhadap krisis ekonomi tetapi produksi yang
dibuat berdasarkan atas kebutuhan masyarakat.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pribumi,tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi
para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Sistem-sistem ekonomi ini meninggalkan
kemelaratan,namun disisi lain memberi pengetahuan tentang bercocok tanam,
sistem uang dan budaya industri. Pada masa itu, Indonesia adalah pengekspor
terbesar sejumlah komoditas primer. Pada dekade 1930an bank-bank bermuculan,
industri manafaktur berkembang pesat yang dimotori oleh industri gula. Pasar
modal muncul dan modal asing masuk dalam jumlah yang besar. Namun perkembangan
ekonomi yang pesat itu tidak memberi peningkatan kesejahteraan bagi rakyat.
5.
Era Pendudukan Jepang
Pada jaman pendudukan Jepang kehidupan
ekonomi rakyat sangat menderita. Lemahnya ekonomi rakyat berawal dari sistem
bumi hangus Hindia Belanda ketika mengalami kekalahan dari Jepang pada bulan
Maret 1942. Sejak itulah kehidupan ekonomi menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi
berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang. Langkah pertama yang
dilakukan Jepang adalah merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan,
alat-alat transportasi dan komunikasi. Selanjutnya Jepang menyita seluruh
kekayaan musuh dan dijadikan hak milik Jepang, seperti perkebunan-perkebunan,
bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, telekomunikasi dan lain -
lain. Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam melakukan serangan ke luar
negaranya tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan ekonomi pemerintah
pendudukan Jepang diprioritaskan untuk kepentingan perang.
Seluruh kekayaan alam Indonesia
dimanfaatkan Jepang untuk biaya perang. Bahan makanan dihimpun dari rakyat
untuk persediaan prajurit Jepang seharihari, bahkan juga untuk keperluan perang
jangka panjang. Beberapa tindakan Jepang dalam memeras sumber daya alam dengan
cara-cara berikut ini :
· Petani wajib menyetorkan hasil panen
berupa padi dan jagung untuk keperluan konsumsi militer Jepang. Hal ini
mengakibatkan rakyat menderita kelaparan.
·
Penebangan hutan secara besar-besaran
untuk keperluan industri alat-alat perang, misalnya kayu jati untuk membuat
tangkai senjata. Pemusnahan hutan ini mengakibatkan banjir dan erosi yang
sangat merugikan para petani. Di samping itu erosi dapat mengurangi kesuburan
tanah. Perkebunan-perkebunan yang tidak ada kaitannya dengan keperluan perang
dimusnahkan, misalnya perkebunan tembakau di Sumatera. Selanjutnya petani
diwajibkan menanam pohon jarak karena biji jarak dijadikan minyak pelumas mesin
pesawat terbang. Akibatnya petani kehilangan lahan pertanian dan kehilangan
waktu mengerjakan sawah. Sedangkan untuk perkebunan-perkebunan kina, tebu, dan
karet tidak dimusnahkan karena tanaman ini bermanfaat untuk kepentingan perang.
·
Penyerahan ternak sapi, kerbau dan
lain-lain bagi pemilik ternak. Kemudian ternak dipotong secara besar-besaran
untuk keperluan konsumsi tentara Jepang. Hal ini mengakibatkan hewan-hewan
berkurang padahal diperlukan untuk pertanian, yakni untuk membajak. Dengan dua
tugas inilah maka serta kekayaan pulau Jawa menjadi korban dari sistem ekonomi perang
pemerintah pendudukan Jepang.
6.
Cita-cita Ekonomi Merdeka
Sudah
68 tahun bangsa Indonesia merdeka. Apakah tujuan dan cita-cita kemerdekaan yang
diperjuangkan para pahlawan yang menebus kemerdekaan dengan keringat, air mata,
darah, dan bahkan jiwa raganya sudah tercapai? Apakah kita masih dalam jalur
dalam meniti cita-cita perjuangan mereka? Ataukah kita telah tega mengkhianati
perjuangan dan cita-cita perjuangan mereka dengan menyelewengkan amanat dan
kepercayaan yang diberikan? Peringatan hari kemerdekaan Indonesia sudah
selayaknya dirayakan dengan sukacita.
Rakyat Indonesia sudah terbiasa
mengisinya dengan berbagai perlombaan dan hiburan serta pesta rakyat yang
mengundang kegembiraan dan keceriaan, karena kemerdekaan itu memang merupakan
anugerah yang luar biasa dari Allah SWT untuk bangsa Indonesia. Namun, tidak
demikian halnya dengan para pejabat dan penyelenggara negara.
Karena
itu, para pendiri bangsa, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, kemudian
merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar
cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial
dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
Artinya, dengan penjelasan di atas,
berarti cita-cita perekonomian kita tidak menghendaki ketimpangan. Para pendiri
bangsa kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di tangan segelintir orang
tetapi pemelaratan mayoritas rakyat. Tegasnya, cita-cita perekonomian kita
menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.
Memajukan
kesejahteraan umum adalah tujuan dan cita-cita kemerdekaan untuk aspek sosial
ekonomi. Tanpa kecuali negara harus mengupayakan kesejahteraan kepada seluruh
rakyat Indonesia. Kesejahteraan di sini dapat diartikan sebagai kondisi yang
cukup sandang, pangan dan papan, serta terjaminnya fasilitas kesehatan bagi
rakyat Indonesia Artinya pemerintah harus mengupayakan seluruh sumber daya dan
kekayaan yang dimiliki negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat
Indonesia.
7. Ekonomi Indonesia Setiap Periode Pemerintahan Orde Lama, Orde Baru
& Reformasi
Pemerintahan
Orde Lama
Sejak berdirinya negara
Republik Indonesia, banyak sudah tokok-tokoh negara saat itu telah merumuskan
bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu
maupun diskusi kelompok. Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan
ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong
menolong adalah koperasi, namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus
dilakukan secara koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia
saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika tahun 1949,
menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah semacam ekonomi campuran. Namun
demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk
ekonomi yang baru, dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila, yang
didalamnya mengandung unsur pentinga yang disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan
yang akan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia,
maka menurut UUD’45, sistem perekonomian Indonesia tercermin dalam pasal-pasal
23, 27, 33. Dan 34.
Sistem perekonomian di Indonesia sangat
menentang adanya sistem Free Fight Liberalism, Etatisme (Ekonomi Komando)
dan Monopoli, karena sistem ini memang tidak sesuai dengan sitem ekonomi yang
dianut Indonesia (bertentangan). Free fight liberalism ini dianggap tidak cocok
dengan kebudayaan Indonesia dan berlawanan dengan semangat gotong-royong yang
tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33, dan dapat mengakibatkan semakin
besarnya jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin.
Meskipun pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut
sistem ekonomi pancasila, ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun
bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi
di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti
sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga
dengan sistem etatisme, pernah juga memberi corak perekonomian di tahun
1960-an sampai dengan pada masa orde baru.
Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagai masa pemerintahan
Presiden Soeharto. Orde Baru menggantikan pemerintahan Orde Lama yang di pimpin
oleh Soekarno. Orde Baru berlangsung dari
tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya
adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada
tanggal 19 September1966 mengumumkan
bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah
Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang
sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan
dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak
yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan
sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan
ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya,
jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan
1980-an. Pada pertengahan 1997,
Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat:
Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan
harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah
jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti
ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk
menjadi presiden ketiga Indonesia.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru
adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi
Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia.
Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat
terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa.
Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada
saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa
Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut
adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan.
Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan
Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan
mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga
akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU
Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi.
Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri
menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.Mundurnya Soeharto dari
jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru,
untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".
Pemerintahan Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden,
ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di
Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam
peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan
dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam
proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan
terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan
koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar
Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik
dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa
petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman
Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul.
Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau
menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang
terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi
politik. Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta
telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk
dalam jabatan struktural.
Daftar Pustaka:
Luiten Van Zanden.
2012. Ekonomi Indonesia 1800 - 2010:
Antara Drama Dan Keajaiban Pertumbuhan. Daan Marks: Kompas.
Pujoalwanto Basuki.
2014. Perekonomian Indonesia: Tinjauan Historis,
Teoritis, Dan Empiris. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tulus T.H. Tambunan.
2009. Perekonomian Indonesia.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tulus T.H. Tambunan.
2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa
Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Marwati Djono, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI.
mbak, buku Ekonomi Indonesia 1800 - 2010 nya punya sendiri? boleh saya beli?
BalasHapus